Rabu, 10 Februari 2016

MAKALAH GEPENG DAN PSK

MAKALAH
ILMU SOSIAL DASAR

Gepeng (Gelandangan dan Pengemis) dan PSK (Pekerja Seks Komersial)

Dosen : Edi Fakhri



Disusun oleh:
Ulfa Hidayati (56415970)
Kelas :
1IA21

UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK INFORMATIKA
2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya yang telah menganugerahkan kepada kita semua buah kecerdasan yaitu otak, dengan kapasitor memori yang besar, sehingga kita sebagai khalifah di muka bumi ini, merupakan makhluk yang paling mulia derajatnya dari sebaik-baik kejadian dari semua makhluk yang diciptakan Allah.
Shalawat dan salam senantiasa terpanjatkan kepada Nabi kita Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju dunia yang terang benderang, sampai dengan saat ini. Alhamdulillahirobbil alamin, dalam kesempatan kali ini saya menyusun sebuah makalah yang berjudul “Gepeng (Gelandangan dan Pengemis) dan PSK (Pekerja Seks Komersial)” makalah ini dibuat sebagai tugas dari mata kuliah Ilmu Sosial Dasar yang bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa masalah soasial yang ada di sekitar kita yaitu gepeng dan PSK yang masih belum terselesaikan hingga saat ini.
Terima kasih saya ucapkan kepada Bapak Edi Fakhri selaku dosen mata kuliah Ilmu Sosial dasar yang telah memberikan tugas ini sehingga saya dapat menambah pemahaman saya tentang permasalahan sosial seperti gepeng dan PSK.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi Pembaca sekalian dan dapat menambah ilmu pengetahuan Pembaca tentang permasalahan sosial serta diharap dapat mencari jalan keluar dari permasalahan sosial tersebut. Penyusun pun senantiasa mengharapkan masukan dari Pembaca, baik kritikan ataupun saran. Karena kami tak luput dari kesalahan dan kekurangan. Terima Kasih. Selamat Membaca.


Bekasi, 26 November 2015


                                                                                                               Penyusun                 






i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................................................ ii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang ....................................................................................................................... 1
1.2  Rumusan Masalah .................................................................................................................. 1
1.3  Tujuan .................................................................................................................................... 1
BAB II : LANDASAN TEORI
2.1  Gepeng (Gelandangan dan Pengemis)  ................................................................................. 5
2.2  PSK (Pekerja Seks Komersial) ............................................................................................. 6
BAB III : PEMBAHASAN
3.1  Pengertian Gepeng dan PSK ................................................................................................. 6
3.2  Karakteristik Gepeng dan PSK ............................................................................................. 7
3.3  Faktor Penyebab Timbulnya Gepeng dan PSK ..................................................................... 8
3.4  Cara Mengatasi Gepeng dan PSK ....................................................................................... 10
BAB IV : PENUTUP
4.1  Kesimpulan .......................................................................................................................... 11
4.2  Saran .................................................................................................................................... 12
SUMBER .................................................................................................................................... 12








ii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang

Permasalahan gelandangan dan pengemis masih tetap merebak di kota Jakarta dan kota-kota lainnya. Tampaknya gepeng tetap menjadi masalah dari tahun ke tahun. Gelandangan dan pengemis (gepeng) merupakan salah satu dampak negatif pembangunan, khususnya pembangunan perkotaan. Keberhasilan percepatan pembangunan di wilayah perkotaan dan sebaliknya keterlambatan pembangunan di wilayah pedesaan mengundang arus migrasi desa-kota yang antara lain memunculkan gepeng karena sulitnya pemukiman dan pekerjaan di wilayah perkotaan dan pedesaan. Dampak tersebut membuat masalah ini menjadi sangat sulit untuk dihindari. Disini terjadi semacam hubungan sebab-akibat, yaitu, ramainya gelandangan dan pengemis ini terjadi karena tingginya angka pembangunan di kota, namun didesa sendiri sangat lambat bahkan tidak ada, yang menyebabkan masyarakat miskin pergi ke kota dan pada akhirnya menjadi gelandangan dan pengemis. Dengan berkembangnya gepeng maka diduga akan memberi peluang munculnya gangguan keamanan dan ketertiban, yang pada akhirnya akan menganggu stabilitas sehingga pembangunan akan terganggu, serta cita-cita nasional tidak dapat diwujudkan. Jelaslah diperlukan usaha-usaha penanggulangan gepeng tersebut. Ini terjadi karena gelandangan dan pengemis ini pada hakikatnya erat terkait dengan masalah ketertiban dan keamanan di daerah perkotaan.
Di Indonesia, selain gepeng, terdapat masalah sosial lainnya yang masih belum dapat terselesaikan hingga saat ini, yaitu PSK (Pekerja Seks Komersial) atau kasarnya bisa disebut dengan pelacur. Wanita-wanita yang status ekonominya rendah, ataupun ditinggal pasangannya menjadikan dia sebagai seorang pekerja seks komersial (PSK). Atau kata yang lebih samar adalah kupu-kupu malam.
Berdasarkan analisis situasi yang dilakukan oleh seorang aktivis Hak-hak Anak, Mohammad Farid, pada tahun 1998, diperkirakan ada 40.000-70.000 anak-anak yang dilacurkan atau 30% dari jumlah PSK di Indonesia. UNDP mengestimasikan tahun 2003 di Indonesia terdapat 190 ribu hingga 270 ribu pekerja seksual komersial dengan 7 hingga 10 juta pelanggan.

1.2       Rumusan Masalah

1.              Apakah yang dimaksud dengan gepeng dan PSK ?
2.              Bagaimanakah karakteristik gepeng dan PSK yang berkembang di sekitar kita ?
3.     Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan timbulnya permasalahan sosial seperti gepeng dan PSK ?
4.              Bagaimana cara menyelesaikan permasalahan sosial seperti gepeng dan PSK ?

1.3       Tujuan

1.              Untuk mengetahui pengertian dari gepeng dan PSK.
2.              Untuk meningkatkan pemahaman tentang karakteristik gepeng dan PSK di sekitar kita.
3.       Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya permasalahan sosial seperti gepeng dan PSK.
4.             Untuk mengetahui cara mengatasi permasalahan sosial seperti gepeng dan PSK.


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1           Gepeng (Gelandangan dan Pengemis)

Istilah gelandangan berasal dari kata gelandangan, yang artinya selalu berkeliaran atau tidak pernah mempunyai tempat kediaman tetap (Suparlan, 1993 : 179). Pada umumnya para gelandangan adalah kaum urban yang berasal dari desa dan mencoba nasib dan peruntungannya di kota, namun tidak didukung oleh tingkat pendidikan yang cukup, keahlian pengetahuan spesialisasi dan tidak mempunyai modal uang. Sebagai akibatnya, mereka bekerja serabutan dan tidak tetap, terutamanya di sektor informal, semisal pemulung, pengamen dan pengemis. Weinberg (1970 : 143-144) menggambarkan bagaimana gelandangan dan pengemis yang masuk dalam kategori orang miskin di perkotaan sering mengalami praktek diskriminasi dan pemberian stigma yang negatif. Dalam kaitannya dengan ini, Rubington & Weinberg (1995 : 220) menyebutkan bahwa pemberian stigma negatif justru menjauhkan orang pada kumpulan masyarakat normal. Dengan mengutip definisi operasional Sensus Penduduk maka gelandangan terbatas pada mereka yang tidak memiliki tempat tinggal yang tetap, atau tempat tinggal tetapnya tidak berada pada wilayah pencacahan. Karena wilayah pencacahan telah habis membagi tempat hunian rumah tinggal yang lazim maka yang dimaksud dengan gelandangan dalam hal ini adalah orang-orang yang bermukim pada daerah daerah bukan tempat tinggal tetapi merupakan konsentrasi hunian orang-orang seperti di bawah jembatan, kuburan, pinggiran sungai, emper took, sepanjang rel kereta api, taman, pasar, dan konsentrasi hunian gelandangan yang lain. Pengertian gelandangan tersebut memberikan pengertian bahwa mereka termasuk golongan yang mempunyai kedudukan lebih terhormat daripada pengemis. Gelandangan pada umumnya mempunyai pekerjaan tetapi tidak memiliki tempat tinggal yang tetap (berpindah-pindah).
Sebaliknya pengemis hanya mengharapkan belas kasihan orang lain serta tidak tertutup kemungkinan golongan ini mempunyai tempat tinggal yang tetap. Dengan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan kehidupan normal yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum serta mengganggu Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan. Sedangkan Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharap belas kasihan dari orang lain serta mengganggu ketertiban umum.


2.2            PSK (Pekerja Seks Komersial)

Pekerja seks komersial adalah seseorang yang menjual jasanya untuk melakukan hubungan seksual untuk uang. Di Indonesia pelacur (pekerja seks komersial) sebagai pelaku pelacuran sering disebut sebagai sundal atau sundel. Ini menunjukkan bahwa prilaku perempuan sundal itu sangat begitu buruk hina dan menjadi musuh masyarakat, mereka kerap digunduli bila tertangkap aparat penegak ketertiban, Mereka juga digusur karena dianggap melecehkan kesucian agama dan mereka juga diseret ke pengadilan karena melanggar hukum. Pekerjaan melacur atau nyundal sudah dikenal di masyarakat sejak berabad lampau ini terbukti dengan banyaknya catatan tercecer seputar mereka dari masa kemasa. Sundal selain meresahkan juga mematikan, karena merekalah yang ditengarai menyebarkan penyakit AIDS akibat perilaku sex bebas tanpa pengaman bernama kondom.
Pelacur adalah profesi yang menjual jasa untuk memuaskan kebutuhan seksual pelanggan. Biasanya pelayanan ini dalam bentuk menyewakan tubuhnya. Di kalangan masyarakat Indonesia, pelacuran dipandang negatif, dan mereka yang menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai sampah masyarakat. Ada pula pihak yang menganggap pelacuran sebagai sesuatu yang buruk, malah jahat, namun toh dibutuhkan (evil necessity). Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa kehadiran pelacuran bisa menyalurkan nafsu seksual pihak yang membutuhkannya (biasanya kaum laki-laki); tanpa penyaluran itu, dikhawatirkan para pelanggannya justru akan menyerang dan memperkosa kaum perempuan baik-baik. Salah seorang yang mengemukakan pandangan seperti itu adalah Augustinus dari Hippo (354-430), seorang bapak gereja. Ia mengatakan bahwa pelacuran itu ibarat "selokan yang menyalurkan air yang busuk dari kota demi menjaga kesehatan warga kotanya."
Istilah pelacur sering diperhalus dengan pekerja seks komersial, wanita tuna susila, istilah lain yang juga mengacu kepada layanan seks komersial. Khusus laki-laki, digunakan istilah gigolo.


BAB III
PEMBAHASAN

3.1        Pengertian Gepeng dan PSK

a.      Gepeng

Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan kehidupan normal yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum serta mengganggu Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan. Sedangkan Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharap belas kasihan dari orang lain serta mengganggu ketertiban umum.

b.      PSK

Pekerja seks komersial adalah seseorang yang menjual jasanya untuk melakukan hubungan seksual untuk uang. Pelacur adalah profesi yang menjual jasa untuk memuaskan kebutuhan seksual pelanggan. Biasanya pelayanan ini dalam bentuk menyewakan tubuhnya.

3.2        Karakteristik Gepeng dan PSK

a.      Ciri dan Karakteristik Gepeng

Ciri-ciri dari gepeng (gelandangan dan pengemis) yaitu :
1     Tidak memiliki tempat tinggal. Kebanyakan dari gepeng dan pengemis ini tidak memiliki tempat hunian atau tempat tinggal. Mereka biasa mengembara di tempat umum. Tidak memiliki tempat tinggal yang layak huni, seperti di bawah kolong jembatan, rel kereta api, gubuk liar di sepanjang sungai, emper toko dan lain-lain
2      Hidup di bawah garis kemiskinan. Para gepeng tidak memiliki penghasilan tetap yang bisa menjamin untuk kehidupan mereka ke depan bahkan untuk sehari-hari mereka harus mengemis atau memulung untuk membeli makanan untuk kehidupannya.
3     Hidup dengan penuh ketidakpastian. Para gepeng hidup mengelandang dan mengemis di setiap harinya. Kondisi ini sangat memprihatikan karena jika mereka sakit mereka tidak bisa mendapat jaminan sosial seperti yang dimiliki oleh pegawai negeri yaitu ASKES untuk berobat dan lain lain. Memakai baju yang compang camping. Gepeng biasanya tidak pernah menggunakan baju yang rapi atau berdasi melainkan baju yang kumal dan dekil.
4         Tidak memiliki pekerjaan tetap yang layak, seperti pencari puntungrokok, penarik grobak.
5    Tuna etika, dalam arti saling tukar-menukar istri atau suami, kumpulkebo atau komersialisasi istri dan lain-lainnya.
6      Meminta-minta di tempat umum. Seperti terminal bus, stasiunkereta api, di rumah-rumah atau ditoko-toko.
7       Meminta-minta dengan cara berpura-pura atau sedikit memaksa, disertai dengan tutur kata yang manis dan ibah. Namun secara spesifik, Karakteristik Gepeng dapat dibagi menjadi :

 Karakteristik Gelandangan :

1)     Anak sampai usia dewasa (laki-laki/perempuan) usia 18-59 tahun, tinggal di sembarang tempat dan hidup mengembara atau menggelandang di tempat-tempat umum, biasanya di kota-kota besar.
2)    Tidak mempunyai tanda pengenal atau identitas diri, berperilaku kehidupan bebas/liar, terlepas dari norma kehidupan masyarakat pada umumnya.
3)    Tidak mempunyai pekerjaan tetap, meminta-minta atau mengambil sisa makanan atau barang bekas.

 Karakteristik Pengemis :

1)      Anak sampai usia dewasa (laki-laki/perempuan) usia 18-59 tahun.
2)     Meminta-minta di rumah-rumah penduduk, pertokoan, persimpangan  jalan (lampu lalu lintas), pasar, tempat ibadah dan tempat umum lainnya.
3)  Bertingkah laku untuk mendapatkan belas kasihan ; berpura-pura sakit, merintih dan kadang-kadang mendoakan dengan bacaan-bacaan ayat suci, sumbangan untuk organisasi tertentu.
4)   Biasanya mempunyai tempat tinggal tertentu atau tetap, membaur dengan penduduk pada umumnya. Menurut Soetjipto Wirosardjono mengatakan ciri-ciri dasar yang melekat pada kelompok masyarakat yang dikatagorikan gelandangan adalah:”mempunyai lingkungan pergaulan, norma dan aturan tersendiri yang berbeda dengan lapisan masyarakat yang lainnya, tidak memliki tempat tinggal, pekerjaandan pendapatan yang layak dan wajar menurut yang berlaku memiliki sub kultur khas yang mengikat masyarakat tersebut

b.      Ciri dan Karakteristik PSK

Pelacuran dipandang negatif, dan mereka yang menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai sampah masyarakat. Ada pula pihak yang menganggap pelacuran sebagai sesuatu yang buruk, malah jahat, namun toh dibutuhkan (evil necessity). Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa kehadiran pelacuran bisa menyalurkan nafsu seksual pihak yang membutuhkannya (biasanya kaum laki-laki); tanpa penyaluran itu, dikhawatirkan para pelanggannya justru akan menyerang dan memperkosa kaum perempuan baik-baik.


3.3        Faktor-faktor Timbulnya Gepeng dan PSK

a.       Faktor-faktor yang menjadi penyebab timbulnya Gepeng secara umum :

1)      Urbanisasi
Kebanyakan dari para gepeng merupakan kaum urban yang pada awalnya bertujuan untuk mengadu nasib di Ibu Kota untuk meningkatkan taraf hidup yang masih kurang di kampung halamannya. Akan tetapi, dengan minimnya kualitas Sumber Daya Manusia serta dengan semakin sedikit lapangan pekerjaan yang ada, sehingga mereka menjadi pengangguran di Ibu Kota dan menjadikan ‘pengemis’ sebagai pekerjaan mereka sehari-hari.

2)      Rendahnya keterampilan
Rendahnya keterampilan merupakan faktor intrinsik yang sangat berpengaruh. Orang-orang yang datang ke Ibu Kota untuk merantau tanpa sebuah keahlian menjadikan peluang hidup seseorang tersebut sangat minim. Mereka datang ke Ibu Kota tanpa sebuah persiapan yang matang, mereka hanya bermodalkan semangat serta iming-iming mendapat pekerjaan yang lebih baik di Ibu Kota.

3)      Pendidikan Rendah
Kebanyakan gepeng di Ibu Kota  sangat minim dunia pendidikan. Kebanyakan dari mereka hanya tamatan SD bahkan ada yang belum sekolah. Ini membuat sulit bersaing untuk hidup di daerang yang biaya hidupnya lumayan mahal seperti di Ibu Kota ini.

4)      Mempunyai kelemahan fisik atau penyakit.
Terdapat bebrapa orang di antara gepeng-gepeng di Ibu Kota yang menderita cacat fisik dan penyakit semacamnya. Sehingga mereka terbatas untuk melakukan pekerjaan. Faktanya, yang normal saja susah untuk bekerja, apalagi yang cacat. Terlebih mereka tidak mempunyai keluarga yang dapat mengurusi mereka dan memberi mereka kehidupan yang layak.

5)      Lingkungan
Saat ini, ada beberapa orang anak yang menjadi gepeng dikarenakan terlahir dilingkungan gepeng. Artinya, Anak-anak yang terlahir dari orang tua yang sebagai gepeng, secara tidak langsung telah menambah jumlah gepeng dengan proses kelahiran. Ini menjadi faktor yang juga sangat memprihatinkan. Nantinya anak-anak tersebut akan kesulitan juga untuk mendapat pendidikan dan kehidupan yang layak.

Dari sekian faktor yang ada, ada 5 faktor yang menjadi penyebab adanya gelandangan di Ibu Kota yaitu Urbanisasi, Keterampilan, Pendidikan, Kelemahan Fisik dan Lingkungan. Hal itu menjadi dasar yang membuat orang-orang tersebut terpaksa menjadi Gepeng.

b.      Faktor-faktor yang menjadi penyebab timbulnya PSK secara umum :

Pekerja seks komersial kebanyakan terjadi pada remaja yang diawali dengan terjadinya pergaulan kearah seks bebas, dimana menurut para ahli, alasan seorang remaja melakukan seks adalah sebagai berikut :

1)      Tekanan yang datang dari teman pergaulannya
Lingkungan pergaulan yang dimasuki oleh seorang remaja dapat juga berpengaruh untuk menekan temannya yang belum melakukan hubungan seks, bagi remaja tersebut tekanan dari teman-temannyaitu dirasakan lebih kuat dari pada yang didapat dari pacarnya sendiri.

2)      Adanya tekanan dari pacar
Karena kebutuhan seorang untuk mencintai dan dicintai, seseorang harus rela melakukan apa saja terhadap pasangannya, tanpa memikirkan resiko yang akan dihadapinya. dalam hal ini yang berperan bukan saja nafsu seksual, melainkan juga sikap memberontak terhadap orang tuanya. Remaja lebih membutuhkan suatu hubungan, penerimaan, rasa aman, dan harga diri selayaknya orang dewasa.

3)      Adanya kebutuhan badaniah
Seks menurut para ahli merupakan kebutuhan dasar yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang, jadi wajar jika semua orang tidak terkecuali remaja, menginginkan hubungan seks ini, sekalipun akibat dari perbuatannya tersebut tidak sepadan dengan resiko yang akan dihadapinya.

4)      Rasa penasaran
Pada usia remaja. keingintahuannya begitu besar terhadap seks, apalagi jika teman-temannya mengatakan bahwa terasa nikmat, ditambah lagi adanya infomasi yang tidak terbatas masuknya, maka rasa penasaran tersebut semakin mendorong mereka untuk lebih jauh lagi melakukan berbagai macam percobaan sesuai dengan apa yang diharapkan.

5)      Pelampiasan diri
Factor ini tidak hanya datang dari diri sendiri, misalnya karena terlanjur berbuat, seorang remaja perempuan biasanya berpendapat sudah tidak ada lagi yang dapat dibanggakan dalam dirinya, maka dalam pikirannya tersebut ia akan merasa putus asa dan mencari pelampiasan yang akan menjerumuskannya dalam pergaulan bebas.

6)      Lingkungan keluarga.
Bagi seorang remaja mungkin aturan yang diterapkan oleh kedua orang tuanya tidak dibuat berdasarkan kepentingan kedua belah pihak (orang tua dan anak), akibatnya remaja tersebut merasa tertekan sehingga ingin membebaskan diri dengan menunjukkan sikap sebagai pemberontak, yang salah satunya dalam masalah seks


3.4        Cara Mengatasi Gepeng dan PSK

a.      Upaya yang dilakukan untuk mengatasi PSK

Solusi dari permasalahan gelandangan dan pengemis yaitu dengan cara rehabilitasi sosial. Rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis yaitu proses pelayanan dan rehabilitasi sosial yang terorganisasi dan terencana, meliputi usaha-usaha pembinaan fisik, bimbingan mental sosial, pemberian keterampilan dan pelatihan kerja untuk penyaluran ke tengah-tengah masyarakat. Selain itu, tujuan dari proses rehabilitasi adalah membuat seorang menyadari potensi-potensinya dan selanjutnya melalui sarana dan prasarana yang diberikan kepadanya berusaha untuk mewujudkan atau mengembangakan potensi-potensi tersebut secara maksimal untuk dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara optimal. Berdasarkan model pelayanan maka pelayanan rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis dibagi 3 (tiga) model (Waluyo, 2002 : 35) yaitu :

1)      Sistem non Panti, model ini memberikan pelayanan di luar panti/tidak ditampung dalam asrama. Para klien mendapat bimbingan sosial, keterampilan dan bantuan dalam masyarakatnya masing-masing. Sistem ini sangat terbuka dan memberikan kebebasan para klien untuk berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya, namun kontrol dan monitoring terhadap semua kegiatan rehabilitasi sulit dilakukan, termasuk kontrol terhadap penggunaan bantuan stimulus dan bantuan modal lainnya.

2)     Sistem Panti merupakan suatu model pelayanan kesejahteraan sosial secara langsung. Pelayanan yang diberikan relatif intensif karena penyandang masalah kesejahteraan sosial ditempatkan dalam suatu rumah/panti sehingga secara teknis mudah melakukan bimbingan, pembinaan, pemecahan masalah juga dilakukan di dalam panti dan klien terisolasi dalam panti dan tidak dapat berinteraksi sosial secara bebas dengan masyarakat sekitarnya.

3)   Sistem Lingkungan Pondok Sosial (liposos) sistem pembinaan penyandang masalah kesejahteran sosial yang bersifat konfrehensif, integratif, dimana dalam kesatuan lingkungan membunuh dihukum penjara sekian tahun, pelaku kejahatan korupsi dihukum sekian tahun dst. Dengan demikian pendekatan hukum memandang bahwa masalah sosial terjadi. Pendekatan ini bisa besifat preventif dalam arti masalah sosial dapat dicegah melalui upaya sosialisasi norma-norma hukum yang berlaku dalam masyarakat maupun bersifat kuratif atau rehabilitatif dalam arti terhadap pelaku pelanggar norma hukum akan diberikan sanksi tertentu dan diadakan pembinaan agar dia tidak lagi melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap norma hukum. Mereka yang berperan dalam pendekatan ini antara lain adalah para penegak hukum maupun aparat pemerintah yang berwajib.

b.      Upaya yang dilakukan untuk mengatasi PSK

Perlu ada perhatian dari kita bersama dengan cara memberikan informasi yang cukup mengenai pendidikan seks dan Pendidikan agama. Kalau tidak ada informasi dan pendidikan agama di khawatirkan remaja cendrung menyalah gunakan hasrat seksualnya tanpa kendali dan tanpa pencegahan sama sekali. semua menyedihkan, dan sekaligus berbahaya, hanya karena kurangnya tuntunan seksualitas yang merupakan bagian dari kemanusiaan kita sendiri. Kalau dikaitkan dengan kondisi saat ini maka sudah sewajarnyalah kita mendukung RUU APP.


BAB IV
PENUTUP

4.1      Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwasanya, Perilaku menggepeng erat kaitannya dengan urbanisasi, dan urbanisasi erat kaitannya dengan adanya kesenjangan pembangunan wilayah pedesaan dan perkotaan. Semasih adanya kesenjangan ini maka urbanisasi akan sulit dibendung dan akan memberi peluang munculnya kegiatan sector informal seperti kegiatan menggepeng. Pada hakikatnya tidak ada norma sosial yang mengatur perilaku menggepeng. Kegiatan menggepeng umumnya dilakukan ibu-ibu yang disertai dengan anak-anaknya. Mereka umumnya relatif muda dan termasuk dalam tenaga kerja yang produktif. Pendidikan keluarga gepeng pada umumnya rendah. Ini disebabkan karena susahnya masyarakat miskin dalam mengakses pendidikan, juga termasuk karena anak usia sekolah terpaksa menggelandang dan mengemis untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Akhirnya kebodohan dan kemiskinan pun seakan menjadi sebuah turunan pada keluarga tersebut.  Adanya peran aktif dari berbagai kalangan dalam hal ini dalam pengentasan kemiskinan dan juga masalah Gelandangan dan pengemis ini.  Ada beberapa langkan yang mungkin dapat diterapkan antara lain adalah tetap menertibkan para Gelandangan-gelandangan dan Pengemis tersebut dan berusaha untuk mengembalikan ke kampung halamannya. Berikutnya adalah mengembangkan usaha-usaha dari desa asal agar tidak terulang permasalahan tersebut, atau dalam kata lain tidak membuat semacam ketimpangan pembangunan antara kota dan desa. pemenuhan kebutuhan spiritual untuk memelihara sikap idealis yang telah ada di masyarakat.
Selain Gepeng, Pekerja seks komersial adalah seseorang yang menjual jasanya untuk melakukan hubungan seksual untuk uang. Pekerja seks komersial sangat erat kaitannya dengan seks bebas yang sekarang seringkali ditemukan seks bebas pada remaja yang disebabkan beberapa faktor seperti: Tekanan yang datang dari teman pergaulannya, Adanya tekanan dari pacar, Adanya kebutuhan badaniah, Rasa penasaran, ataupun Pelampiasan diri. Perlu ada perhatian dari kita bersama dengan cara memberikan informasi yang cukup mengenai pendidikan seks dan Pendidikan agama untuk mengatasi dan mencegah timbulnya Pekerja Seks Komersial yang semakin meningkat.

4.2      Saran

Hendaklah kita sebagai warga negara Indonesia ikut andil membatu pemerintah untuk mencegah dan mengatasi timbulnya gelandangan dan pengemis di Ibu Kota serta mengontrol remaja-remaja agar tidak terjerumus dalam pergaulan bebas khususnya pergaulan seks bebas.

SUMBER






Tidak ada komentar:

Posting Komentar