Rabu, 10 Februari 2016

INDIVIDU KELUARGA DAN MASYARAKAT


PERTUMBUHAN INDIVIDU

A.    PENGERTIAN INDIVIDU

“individu” berasal dari kata latin, “individuum” artinya “yang tak terbagi”. Individu merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Individu bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dapat dibagi, melainkan sebagai kesatuan yang terbatas, yaitu sebagai manusia perseorangan. Setiap individu corak sifat dan tabiat yang berbeda.
Individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan khas didalam lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribaian serta pola tingkah laku spesifik lainnya. Hasil pengamatan manusia dengan segala maknanya merupakan suatu keutuhan ciptaan Tuhan yang mempunyai tiga aspek melekat pada dirinya, yaitu aspek organik jasmaniahaspek psikis-rohaniah, dan aspek-sosial kebersamaan. Ketiga aspek tersebut saling mempengaruhi, keguncangan pada suatu aspek akan membawa akibat pada aspek lainnya.
Proses yang meningkatkan ciri-ciri individualitas pada seseorang sampai pada dirinya sendiri, disebut proses individualisasi atauaktualisasi diri. Konflik mungkin terjadi karena pola tingkah laku spesifik dirinya bertentangan dengan peranan yang dituntut oleh masyarakat sekitarnya.
Individu dalam bertingkah laku menurut pola pribadinya ada tiga kemungkinan: menyimpang dari norma kolektif kehilangan indvidualitasnya atau takluk terhadap kolektif, dan mempengaruhi masyarakat setiap adanya tokoh pahlawan atau pengacau.

B.    PENGERTIAN PERTUMBUHAN

Pertumbuhan merupakan suatu perubahan yang menuju ke arah yang lebih maju dan lebih dewasa, perubahan ini dsebut juga dengan proses. Timbul beberapa pendapat mengenai pertumbuhan dari berbagai aliran, yaitu:
1.    Aliran Asosiasi
Pertumbuhan pada dasarnya adalah proses asosiasi. Pengertian tentang proses asosiasi yaitu terjadinya perubahan pada seseorag secara tahap dei tahap karena pengaruh baik dari pengalaman atau empiri luar melalui panca indra yang menimbulkan sensations maupun pengalaman dalam mengenai keadaan batin sendiri yang menumbulkan reflextions.
      Kedua macam kesan (sensation dan reflections) merupakan pengertian yang sederhana yang kemudian dengan proses asosiasi membentuk pengertian yang lebih kompleks.
2.    Aliran Psikologis Gestalt
Pertumbuhan adalah proses diferensasi. Dalam proses ini yang menjadi hal pokok adalah keseluruhan, sedang bagian-bagian hanya mempunyai arti sebagai bagian dari keseluruhan dalam hubungan fungsional dengan bagian-bagian yang lain. Kesimpulannya pertumbuhan itu adalah proses perubahan secara perlahan-lahan pada manusia dalam mengenal suatu yang semula mengenal suatu secara keseluruhan baru kemudian mengenal bagian-bagian dari lingkungan yang ada.
Kemudian kita mengenal konsepsi aliran sosiologi dimana ahli dari pengikut aliran ini menganggap bahwa pertumbuhan itu adalah proses sosialisasi yaitu proses perubahan dari sifat mula-mula yang asosial atau juga sosial kemudian tahap demi tahap disosialisasikan.

C.   PENGERTIAN MASYARAKAT

Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang telah memiliki tatanan kehiduapn, norma-norma, adat istiadat yang sama-sama ditaati dalam lingkungannya. Hal itu yang menjadi dasar kehidupan sosial dalam lingkungan mereka, sehingga dapat membentuk suatu kelompok manusia yang memiliki ciri-ciri kehidupan yang khas. Dalam lingkungan itu, antara orang tua dan anak, antara ibu dan ayah, antara kakek dan cucu, antara kaum laki-laki atau sesama kaum wanita, atau antara kaum laki-laki dan kaum wanita, larut dalam suatu kehidupan manusia, yang disebut masyarakat.
Dalam pertumbuhan dan perkembangan suatu masyarakat, dapat digolongkan menjadi masyarakat sederhana dan masyarakat maju (masyarakat modern).
a.)   Masyarakat sederhana. Dalam lingkungan masyarakat sederhana (primitif) pola pembagian kerja cenderung dibedakan menurut jenis kelamin. Pembagian kerja dalam bentuk lain tidak terungkap dengan jelas, sejalan dengan pola kehidupan dan pola perekonomian masyarakat primitif atau belum sedemikian rupa seperti pada masyarakat maju. Dengan latar belakang seperti itu, jelas bahwa antara sang suami dan sang isteri, dan antara sang sesama isteri, terjadi pembagian kerja dengan kesepakatan yang dapat diterima satu sama lain.
b.)   Masyarakat maju. Masyarakat maju memiliki aneka ragam kelompok sosial, atau lebih akrab dengan sebutan kelompok organisasi kemasyarakatan yang tumbuh dan berkembang berdasarkan kebutuhan serta tujuan tertentu yang akan dicapai organisasi kemasyarakatan itu dapat tumbuh dan berkembang dalam lingkungan terbatas sampai pada cangkupan nasional, regional maupun internasional. Dalam lingkungan masyarakat maju, dapat dibedakan sebagai kelompok masyarakat non industri dan masyarakat industri.
c.)   Masyarakat Non Industri. Secara garis besar, kelompok nasional atau organisasi kemasyarakatan non industri dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu kelompok primer (primary group) dan kelompok sekunder (secondary group).
o   Kelompok primer
Dalam kelompok primer, interaksi antar anggota terjalin lebih intensif, lebih erat, lebih akrab. Kelompok primer ini disebut juga kelompok “face to face group”, sebab anggota kelompok sering berdialog, bertatap muka, karena itu saling mengenal lebih dekat, lebih akrab. Sifat interaksi dalam kelompok-kelompok priimer bercorak kekeluargaan dan lebih berdasarkan simpati. Pembagian kerja atau pembagian tugas pada kelompok menerima serta menjalankan tugas tidak secara paksa, lebih dititik beratkan pada kesadaran, tanggung jawab para anggota dan berlangsung atas dasar rasa simpati dan secara sukarela. Contoh kelompok primer, antara lain : keluarga, rukun tetangga, kelompok kerja, kelompok agama, dan lain sebagainya.
o   Kelompok Sekunder
Antara anggota kelompok sekunder, terpaut saling hubungan tak langsung, formal, juga kurang bersifat kekeluargaan. Oleh karena itu, sifat interaksi, pembagian kerja, pembagian kerja antar anggota kelompok diatur atas dasar pertimbangan-pertimbangan rasional, obyektif. Para anggota menerima pembagian kerja/pembagian tugas atas dasar kemampuan, keahlian tertentu, disamping dituntut dedikasi. Hal-hal semacam itu diperlukan untuk mencapai target dan tujuan tertentu yang telah di flot dalam program-program yang telah sama-sama disepakati. Contoh-contoh kelompok sekunder, misalnya : partai politik, perhimpunan serikat kerja/serikat buruh, organisasi profesi dan sebagainya.

d.)   Masyarakat Industri
Durkheim mempergunakan variasi pembagian kerja sebagai dasar untuk mendeklasifikasikan dasar masyarakat, sesuai dengan taraf perkembangannya. Akan tetapi ia lebih cenderung mempergunakan dua taraf klasifikasi, yaitu yang sederhana dan kompleks. Masyarakat-masyarakat yang berada di tengah kedua ekstrim tadi diabaikannya (Soerjono Soekanto, 1982 : 190).
Jika pembagian kerja bertambah kompleks, suatu tanda bahwa kapasitas masyarakat semakin tinggi. Solidaritas didasarkan pada hubungan saling ketergantungan antara kelompok-kelompok masyarakat yang telah mengenal pengkhususan. Otonomi sejenis, juga menjadi ciri dari bagian/kelompok-kelompok masyarakat. Otonomi sejenis dapat diartikan dengan kepandaian/keahlian khusus yang dimiliki seseorang secara mandiri, sampai pada batas-batas tertentu. Contoh: tukang roti, tukang sepatu, tukang bubut, tukang las, ahli mesin, ahli listrik dan ahli dinamo, mereka dapat bekerja secara mandiri.

D.   FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN

Dalam pertumbuhan itu ada bermacam-macam aliran, namun pada garis besarnya dapat digolongkan ke dalam tiga golongan, yaitu:
1.    Pendirian Nativistik
Menurut para ahli dari golongan ini berpendapat, bahwa pertumbuhan individu itu semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir. Seperti kemiripan antara orang tua dengan anaknya. Misalnya seorang ayah memiliki keahlian dibidang seni lukis maka kemungkinan besar anaknya juga menjadi pelukis. Tetapi hal ini akan menimbulkan keragu-raguan apakah kesamaan antara orang tua dan anaknya benar-benar disebabkan oleh pembawaan sejak lahir ataukan mungkin karena adanya fasilitas-fasilitas atau hal-hal lain yang dapat memberikan dorongan kearah kemajuannya.
2.    Pendirian Emperistik dan Environmentalistik
Pendirian ini berlawanan dengan pendapat nativistik. Para ahli berpendapat, bahwa dasar dalam pertumbuhan individu dan lebih menekankan pada lingkungan dan konsekuensinya hanya lingkunganlah yang banyak dibicarakan. Pendirian semacam ini biasa disebut pendirian yang environmentalistik. Sehingga dapat dikatakan bahwa pendirian ini pada hakikatnya adalah kelanjutan dari paham emperisme.
3.    Pendirian Konvergensi dan Interaksionisme
Kebanyakan para ahli mengakui pendirian konvergensi dengan modifikasi seperlunya. Suatu modifikasi yang terkenal yang sering dianggap sebagai perkembangan lebih jauh konsepsi konvergensi ialah konsepsi interaksionisme yang berpandangan dinamis yang menyatakan bahwa interaksi dasar dan lingkungan dapat menentukan pertumbuhan individu. Nampak lain dengan konsepsi konvergensi yang berpandangan statis yaitu menganggap pertumbuhan individu itu ditentukan oleh dasar (bakat) dan lingkungan.

E.    TAHAP PERTUMBUHAN INDIVIDU BERDASARKAN PSIKOLOGI

Pertumbuhan individu sejak lehir sampai masa dewasa atau masa kematangan itu melalui beberapa fase sebagai berikut:
a.    Masa Vital
Masa ini dimulai dari umur 0,0 sampai kira-kira 2,0 tahun. individu menggunakan fungsi-fungsi biologis untuk menemukan berbagai hal dalam dunianya. Sebagai media pembelajaran pertama seorang anak akan memasukkan apa saja yang dijumpai kedalam mulutnya untuk melakukan eksplorasi dan belajar. Pada tahun kedua anak belajar berjalan, dan mulai menguasai ruang. Disamping itu terjadi pembiasaan tahu akan kebersihan.
b.    Masa Estetik
Masa ini dimulai dari umur kira-kira 2,0 tahun sampai 7,0 tahun. Pada masa ini dianggap sebagai masa pertumbuhan rasa keindahan, pertumbuhan anak yang terutama adalah panca indra. Pada masa ini pula tampak munculnya gejala kenakalan yang umumnya terjadi antara umur 3,0 tahun sampai 5,0 tahun. Alasan anak berbuat kenakalan adalah pertumbuhan bahasanya yang merupakan modal utama bagi anak dalam menghadapi dunianya. Seorang anak telah menyadari bahwa dirinya memiliki kebebasan untuk menolak sesuatu yang tidak dia suka, dan bebas memilih apa yang menjadi keinginannya.
c.    Masa intelektual
Masa ini dimulai dari kira-kira umur 7,0 tahun sampai umur 13,0 tahun atau 14,0 tahun. Setelah anak melewati masa kegoncangan yang pertama, maka proses sosialisasinya telah berlangsung dengan lebih efektif, sehingga menjadi matang untuk dididik daripada masa-masa sebelum dan sesudahnya.
1.    Adanya korelasi posistif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi sekolah.
2.    Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan, permainan yang tradisional
3.    Adanya kecenderungan memuji didi sendiri
4.    Kalau tidak dapat menyelesaikan sesuatu saol amka soal itu dianggap tidak penting.
5.    Senang membangdingkan-bandingkan dirinya dengan anak lain, bila hal itu menguntungkan, dalam hubungan ini ada kecenderungan untuk merehkan anak lain.
6.    Adanya minat kepada kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit
7.    Amat realistik, ingin tahu, ingin belajar
8.    Gemar membentuk kelompok sebaya

d.    Masa Sosial
Dimulai dari umur 13,0 tahun atau 14,0 tahun sampai kira-kira umur 20,0 tahun atau 21,0 tahun. Dimulai dari masa pra remaja, masa remaja, masa usia mahasiswa. Pada ketiga masa ini seorang individu memiliki sifat-sifat khas yang menentukan dalam kehidupan individu dalam masyarakat.
·         Masa pra remaja, terjadinya gejala-gejala negatif yang pada umumnya berpangkal pada biologis yaitu mulai bekerjanya kelenjar-kelenjar kelamin, yang dapat membawa perubahan cepat dalam diri si remaja yang sering kali perubahan-perubahan yang cepat ini belum mereka pahami sehingga dapat menimbulkan rasa ragu-ragu, kurang pasti dan bersifat malu.
·         Masa Remaja gejala pada masa ini adalah merindu puja. Dala fase ini (masa negatif) untuk pertama kalinya remaja sadar akan kesepian yang tidak pernah dialaminya pada masa-masa sebelumnya. Pada masa ini mereka mengalami kegoncangan batin, sebab pada masa ini mereka sudah tidak mau memakai pedoman hidup kekanak-kanakan, tetapi juga belu mempunyai pedoman hidup baru. Pada masa ini juga seoarang remaja sudah mulai melakukan penentuan pedoman hidup. Dalam proses pemilihan pedoman hidup remaja akan mengalami jatuh bangun. Jadi mereka harus menguji nilai-nilai yang dipilihnya dalam kehidupan praktis dimasyarakat. Setelah diketahui bahwa nilai nilai yang dipilihnya itu tahan uji, maka mereka pilihlah pendirian hidupnya. Pendirian tersebut tiap kali di modifikasi agar dapat mengikuti perubahan dan perkembangan masyarakat dalam lingkungan remaja ini berbeda. Setelah mereka dapat menemukan pendirian hidup dan telah terpenuhi tugas-tugas pertumbuhan masa remaja maka mereka telah mencapai masa remaja akhir dan mulailah inividu ini memasuki masa dewasa awal.
·         Masa usia mahasiswa dapat digolongkan pemuda-pemuda yang berusia sekitar 18,0 tahun sampai 30,0 tahun. Mereka dapat dikelompokkan pada masa remaja akhir sampai dewasa awal atau dewasa madya. Mahasiswa ini termasuk kelompok khusus dalam masyarakat maka mereka mulai mempersiapkan diri untuk menerima tugas-tugas pimpinan dimasa mendatang. Oleh karena itu mereka mulai mempelajari berbagai aspek kehidupan. Sebagai remaja pimpinan dipelajari dan dipersiapkan selama usia mahasiswa ini, misalnya kebudayaan keluarga, kemampuan memimpin, kemampuan mengambil keputusan, kemampuan menyesuaikan diri secara sosial.

E. FUNGSI KELUARGA

Keluarga adalah unit satuan masyarakat yang terkecil yang sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat. Kelompok ini, dalam hubungannya dengan perkembangan individu, sering dikenal dengan sebutan primary group. Kelompok inilah yang melahirkan individu dengan berbagai macam bentuk kepribadiannya dalam masyarakat.  Fungsi keluarga adalah suatu tugas atau pekerjaan yang harus dilaksanakan dalam keluraga untuk tujuan yang positif.  Ada beberapa fungsi yang dijalankan dalam sebuah keluarga :
a.    Fungsi Pendidikan, dalam hal ini tugas keluarga adalah mendidik dan menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak bila kelak dewasa
b.    Fungsi religius, tugas keluarga adalah memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan tugas kepala keluarga untuk menanamkan keyakinan bahwa ada keyakinan lain yang mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah dunia ini.
c.    Fungsi biologis
Dengan fungsi ini diharapkan agar keluarga dapat menyelenggarakan persiapan-persiapan perkawinan bagi anak-anaknya, karena dengan perkawinan akan terjadi proses kelangsungan keturunan. Dan setiap manusia pada hakikatnya terdapat semacam tuntutan biologi bagi kelangsungan hidup keturunannya, melalui perkawinan.
d.    Fungsi pemeliharaan
Keluarga diwajibkan untuk berusaha agar setiap anggotanya dapat dapat terlindungi dari gangguan-gangguan sebagai berikut:
1.       Gangguan udara dengan berusaha menyediakan rumah
2.       Gangguan penyakit dengan berusaha menyediakan obat obatan.
3.       Gangguan bahaya dengan berusaha menyediakan pagar tembok dan lainlain
Bila dalam keluarga fungsi ini telah dijalankan dengan sebaik-baiknya  akan membantu terpeliharanya keamanan dalam masyarakat pula. Sehingga terwujudsuatu masyarakat yang telepas/terhindar dari segala gangguan apapun yang terjadi.
e.    Fungsi ekonomi, tugas kepala keluarga dalam hal ini adalah mencari sumber-sumber kehidupan dalam memenuhi fungsi-fungsi keluarga yang lain, kepala keluarga bekerja dan mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
f.     Fungsi sosial, keluarga berusaha untuk mempersiapkan anak-anaknya bekal selengkapnya dengan memperkenalkan nilai-nilai dan sikap-sikap yang dianut oleh masyarakat serta mempelajari peranan-peranan yang diharapkan akan merek jalnkan kelak bila sudah dewasa. Dengan demikian terjadi apa yang disebut dengan istilah sosialisasi. Dengan fungsi ini diharapkan agar didalam keluarga selalu terjadi pewarisan kebudayaan atau nilai-nilai kebudayaan. Kebudayaan yang diwariskan itu adalah kebudayaan yang telah dimiliki oleh generasi tua yaitu ayah dan ibu, diwariskan kepada anak anaknya dalam bentuk antara lain sopan santun, bahasa, cara bertingkah laku, ukuran tentang baik buruknya perbuatan dan lain-lain.



F.    HUBUNGAN ANTAR INDIVIDU, KELUARGA DAN MASYARAKAT

Seperti yang telah dijelaskan masyarakat adalah suatu kelompok manusia atau individu yang telah memiliki tatanan kehidupan, norma-norma, adat istiadat yang sama-sama ditaati dalam lingkungannya. Seorang individu mengenal norma dasar dari keluarganya sendiri. Dengan itu fungsi keluarga sangat dibutuhkan oleh seorang individu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam bermasyarakat.

PEMUDA DAN SOSIALISASI

1.    INTERNALISASI BELAJAR DAN SPESIALISASI
Internalisasi adalah proses norma-norma kemasyarakatan yang tidak berhenti sampai institusionalisasi saja,akan tetapi mungkin norma-norma tersebut sudah mendarah daging dalam jiwa anggota-anggota masyarakat.
Norma-norma ini kadang-kadang dibedakan antara norma-norma :
1)    Norma-norma yang mengatur pribadi yang mencakup norma-norma kepercayaan yang betujuan agar manusia beriman,dan norma kesusilaan yang bertujuan agar manusia berhati nurani yang bersih.
2)    Norma-norma yang mengatur hubungan pribadi, mencakup kaidah kesopanan dan kaidah hokum serta mempunyai tujuan agar manusia bertingkah laku yang baik dalam pergaulan hidup dan bertijuan untuk mencapai kedamaian hidup.

A.    Masalah-masalah kepemudaan
Massalah  pemuda merupakan masalah yang abadi dan selalu dialami oleh setiap generasi dalam hubungan dengan generasi yang lebih tua. Problema ini disebabkan karena sebagai akibat dari proses pendewasaan seorang, penyesuaian dirinya dengan situasi yang baru timbullah harapan setiap pemuda akan mempunyai masa depan yang (kalau bisa) lebih baik.
Daripada orang tuanya. Proses perubahan terjadi secara lambat dan teratur (evolusi) atau dengan besar-besaran sehingga orang sukar mengendalikan perubahan yang terjadi,bahkan seakan-akan tidak diberi kesempatan untuk menyesuaikan dengan situasi (obyektif) perubahan tadi.

B.    Hakikat Kepemudaan
Pemuda dianggap sebagai suatu kelompok yang mempunyai aspirasi sendiri yang bertentangan dengan aspirasi mayarakat, atau lebih tepat aspirasi orang tua atau generasi tua. Selanjutnya muncullah persoalan-persoalan frustasi dan kecemasan pemuda karena keinginan-keinginan mereka tidak sejalan dengan kenyataan (keinginan) generasi tua. Dalam hubungan ini kemungkinan timbul konflik dalam berbagai bentuk protes, baik yang terbuka maupun yang terselubung. Di sinilah pemuda bergejolak untuk mencari identitas mereka.

2. PEMUDA DAN IDENTITAS
            Telah kita ketahui bahwa “pemuda atau generasi muda” merupakan konsep-konsep yang selalu dikaitkan dengan masalah “nilai”, hal ini sering lebih merupakan pengertian ideologisdan kultural daripada pengertian ilmiah. Pemuda menghadapi persoalan-persoalan seperti kenakalan remaja, ketidakpatuhan persoalan seperti kenakalan remaja, ketidak pahaman kepada orang tua/guru, kecanduan narkotika,frustasi, masa depan suram , keterbatasan lapangan kerja dan masalah lainnya, kesemuanya akibat adanya jurang antara keinginan dan harapan dengan kenyataan yang mereka hadapi.
            Diatas telah dikemukakan bahwa pemuda sering dibuat “generasi muda”, merupakan istilah demografis dan sosiologis dalam konteks tertentu.

SEMINAR THE NEW OPERATING SYSTEM FROM WINDOWS (28 November 2015)


SERTIFIKAT SEMINAR LET'S MAKE SOFTWARE (17 Oktober 2015)


MAKALAH GEPENG DAN PSK

MAKALAH
ILMU SOSIAL DASAR

Gepeng (Gelandangan dan Pengemis) dan PSK (Pekerja Seks Komersial)

Dosen : Edi Fakhri



Disusun oleh:
Ulfa Hidayati (56415970)
Kelas :
1IA21

UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK INFORMATIKA
2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya yang telah menganugerahkan kepada kita semua buah kecerdasan yaitu otak, dengan kapasitor memori yang besar, sehingga kita sebagai khalifah di muka bumi ini, merupakan makhluk yang paling mulia derajatnya dari sebaik-baik kejadian dari semua makhluk yang diciptakan Allah.
Shalawat dan salam senantiasa terpanjatkan kepada Nabi kita Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju dunia yang terang benderang, sampai dengan saat ini. Alhamdulillahirobbil alamin, dalam kesempatan kali ini saya menyusun sebuah makalah yang berjudul “Gepeng (Gelandangan dan Pengemis) dan PSK (Pekerja Seks Komersial)” makalah ini dibuat sebagai tugas dari mata kuliah Ilmu Sosial Dasar yang bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa masalah soasial yang ada di sekitar kita yaitu gepeng dan PSK yang masih belum terselesaikan hingga saat ini.
Terima kasih saya ucapkan kepada Bapak Edi Fakhri selaku dosen mata kuliah Ilmu Sosial dasar yang telah memberikan tugas ini sehingga saya dapat menambah pemahaman saya tentang permasalahan sosial seperti gepeng dan PSK.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi Pembaca sekalian dan dapat menambah ilmu pengetahuan Pembaca tentang permasalahan sosial serta diharap dapat mencari jalan keluar dari permasalahan sosial tersebut. Penyusun pun senantiasa mengharapkan masukan dari Pembaca, baik kritikan ataupun saran. Karena kami tak luput dari kesalahan dan kekurangan. Terima Kasih. Selamat Membaca.


Bekasi, 26 November 2015


                                                                                                               Penyusun                 






i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................................................ ii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang ....................................................................................................................... 1
1.2  Rumusan Masalah .................................................................................................................. 1
1.3  Tujuan .................................................................................................................................... 1
BAB II : LANDASAN TEORI
2.1  Gepeng (Gelandangan dan Pengemis)  ................................................................................. 5
2.2  PSK (Pekerja Seks Komersial) ............................................................................................. 6
BAB III : PEMBAHASAN
3.1  Pengertian Gepeng dan PSK ................................................................................................. 6
3.2  Karakteristik Gepeng dan PSK ............................................................................................. 7
3.3  Faktor Penyebab Timbulnya Gepeng dan PSK ..................................................................... 8
3.4  Cara Mengatasi Gepeng dan PSK ....................................................................................... 10
BAB IV : PENUTUP
4.1  Kesimpulan .......................................................................................................................... 11
4.2  Saran .................................................................................................................................... 12
SUMBER .................................................................................................................................... 12








ii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang

Permasalahan gelandangan dan pengemis masih tetap merebak di kota Jakarta dan kota-kota lainnya. Tampaknya gepeng tetap menjadi masalah dari tahun ke tahun. Gelandangan dan pengemis (gepeng) merupakan salah satu dampak negatif pembangunan, khususnya pembangunan perkotaan. Keberhasilan percepatan pembangunan di wilayah perkotaan dan sebaliknya keterlambatan pembangunan di wilayah pedesaan mengundang arus migrasi desa-kota yang antara lain memunculkan gepeng karena sulitnya pemukiman dan pekerjaan di wilayah perkotaan dan pedesaan. Dampak tersebut membuat masalah ini menjadi sangat sulit untuk dihindari. Disini terjadi semacam hubungan sebab-akibat, yaitu, ramainya gelandangan dan pengemis ini terjadi karena tingginya angka pembangunan di kota, namun didesa sendiri sangat lambat bahkan tidak ada, yang menyebabkan masyarakat miskin pergi ke kota dan pada akhirnya menjadi gelandangan dan pengemis. Dengan berkembangnya gepeng maka diduga akan memberi peluang munculnya gangguan keamanan dan ketertiban, yang pada akhirnya akan menganggu stabilitas sehingga pembangunan akan terganggu, serta cita-cita nasional tidak dapat diwujudkan. Jelaslah diperlukan usaha-usaha penanggulangan gepeng tersebut. Ini terjadi karena gelandangan dan pengemis ini pada hakikatnya erat terkait dengan masalah ketertiban dan keamanan di daerah perkotaan.
Di Indonesia, selain gepeng, terdapat masalah sosial lainnya yang masih belum dapat terselesaikan hingga saat ini, yaitu PSK (Pekerja Seks Komersial) atau kasarnya bisa disebut dengan pelacur. Wanita-wanita yang status ekonominya rendah, ataupun ditinggal pasangannya menjadikan dia sebagai seorang pekerja seks komersial (PSK). Atau kata yang lebih samar adalah kupu-kupu malam.
Berdasarkan analisis situasi yang dilakukan oleh seorang aktivis Hak-hak Anak, Mohammad Farid, pada tahun 1998, diperkirakan ada 40.000-70.000 anak-anak yang dilacurkan atau 30% dari jumlah PSK di Indonesia. UNDP mengestimasikan tahun 2003 di Indonesia terdapat 190 ribu hingga 270 ribu pekerja seksual komersial dengan 7 hingga 10 juta pelanggan.

1.2       Rumusan Masalah

1.              Apakah yang dimaksud dengan gepeng dan PSK ?
2.              Bagaimanakah karakteristik gepeng dan PSK yang berkembang di sekitar kita ?
3.     Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan timbulnya permasalahan sosial seperti gepeng dan PSK ?
4.              Bagaimana cara menyelesaikan permasalahan sosial seperti gepeng dan PSK ?

1.3       Tujuan

1.              Untuk mengetahui pengertian dari gepeng dan PSK.
2.              Untuk meningkatkan pemahaman tentang karakteristik gepeng dan PSK di sekitar kita.
3.       Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya permasalahan sosial seperti gepeng dan PSK.
4.             Untuk mengetahui cara mengatasi permasalahan sosial seperti gepeng dan PSK.


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1           Gepeng (Gelandangan dan Pengemis)

Istilah gelandangan berasal dari kata gelandangan, yang artinya selalu berkeliaran atau tidak pernah mempunyai tempat kediaman tetap (Suparlan, 1993 : 179). Pada umumnya para gelandangan adalah kaum urban yang berasal dari desa dan mencoba nasib dan peruntungannya di kota, namun tidak didukung oleh tingkat pendidikan yang cukup, keahlian pengetahuan spesialisasi dan tidak mempunyai modal uang. Sebagai akibatnya, mereka bekerja serabutan dan tidak tetap, terutamanya di sektor informal, semisal pemulung, pengamen dan pengemis. Weinberg (1970 : 143-144) menggambarkan bagaimana gelandangan dan pengemis yang masuk dalam kategori orang miskin di perkotaan sering mengalami praktek diskriminasi dan pemberian stigma yang negatif. Dalam kaitannya dengan ini, Rubington & Weinberg (1995 : 220) menyebutkan bahwa pemberian stigma negatif justru menjauhkan orang pada kumpulan masyarakat normal. Dengan mengutip definisi operasional Sensus Penduduk maka gelandangan terbatas pada mereka yang tidak memiliki tempat tinggal yang tetap, atau tempat tinggal tetapnya tidak berada pada wilayah pencacahan. Karena wilayah pencacahan telah habis membagi tempat hunian rumah tinggal yang lazim maka yang dimaksud dengan gelandangan dalam hal ini adalah orang-orang yang bermukim pada daerah daerah bukan tempat tinggal tetapi merupakan konsentrasi hunian orang-orang seperti di bawah jembatan, kuburan, pinggiran sungai, emper took, sepanjang rel kereta api, taman, pasar, dan konsentrasi hunian gelandangan yang lain. Pengertian gelandangan tersebut memberikan pengertian bahwa mereka termasuk golongan yang mempunyai kedudukan lebih terhormat daripada pengemis. Gelandangan pada umumnya mempunyai pekerjaan tetapi tidak memiliki tempat tinggal yang tetap (berpindah-pindah).
Sebaliknya pengemis hanya mengharapkan belas kasihan orang lain serta tidak tertutup kemungkinan golongan ini mempunyai tempat tinggal yang tetap. Dengan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan kehidupan normal yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum serta mengganggu Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan. Sedangkan Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharap belas kasihan dari orang lain serta mengganggu ketertiban umum.


2.2            PSK (Pekerja Seks Komersial)

Pekerja seks komersial adalah seseorang yang menjual jasanya untuk melakukan hubungan seksual untuk uang. Di Indonesia pelacur (pekerja seks komersial) sebagai pelaku pelacuran sering disebut sebagai sundal atau sundel. Ini menunjukkan bahwa prilaku perempuan sundal itu sangat begitu buruk hina dan menjadi musuh masyarakat, mereka kerap digunduli bila tertangkap aparat penegak ketertiban, Mereka juga digusur karena dianggap melecehkan kesucian agama dan mereka juga diseret ke pengadilan karena melanggar hukum. Pekerjaan melacur atau nyundal sudah dikenal di masyarakat sejak berabad lampau ini terbukti dengan banyaknya catatan tercecer seputar mereka dari masa kemasa. Sundal selain meresahkan juga mematikan, karena merekalah yang ditengarai menyebarkan penyakit AIDS akibat perilaku sex bebas tanpa pengaman bernama kondom.
Pelacur adalah profesi yang menjual jasa untuk memuaskan kebutuhan seksual pelanggan. Biasanya pelayanan ini dalam bentuk menyewakan tubuhnya. Di kalangan masyarakat Indonesia, pelacuran dipandang negatif, dan mereka yang menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai sampah masyarakat. Ada pula pihak yang menganggap pelacuran sebagai sesuatu yang buruk, malah jahat, namun toh dibutuhkan (evil necessity). Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa kehadiran pelacuran bisa menyalurkan nafsu seksual pihak yang membutuhkannya (biasanya kaum laki-laki); tanpa penyaluran itu, dikhawatirkan para pelanggannya justru akan menyerang dan memperkosa kaum perempuan baik-baik. Salah seorang yang mengemukakan pandangan seperti itu adalah Augustinus dari Hippo (354-430), seorang bapak gereja. Ia mengatakan bahwa pelacuran itu ibarat "selokan yang menyalurkan air yang busuk dari kota demi menjaga kesehatan warga kotanya."
Istilah pelacur sering diperhalus dengan pekerja seks komersial, wanita tuna susila, istilah lain yang juga mengacu kepada layanan seks komersial. Khusus laki-laki, digunakan istilah gigolo.


BAB III
PEMBAHASAN

3.1        Pengertian Gepeng dan PSK

a.      Gepeng

Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan kehidupan normal yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum serta mengganggu Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan. Sedangkan Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharap belas kasihan dari orang lain serta mengganggu ketertiban umum.

b.      PSK

Pekerja seks komersial adalah seseorang yang menjual jasanya untuk melakukan hubungan seksual untuk uang. Pelacur adalah profesi yang menjual jasa untuk memuaskan kebutuhan seksual pelanggan. Biasanya pelayanan ini dalam bentuk menyewakan tubuhnya.

3.2        Karakteristik Gepeng dan PSK

a.      Ciri dan Karakteristik Gepeng

Ciri-ciri dari gepeng (gelandangan dan pengemis) yaitu :
1     Tidak memiliki tempat tinggal. Kebanyakan dari gepeng dan pengemis ini tidak memiliki tempat hunian atau tempat tinggal. Mereka biasa mengembara di tempat umum. Tidak memiliki tempat tinggal yang layak huni, seperti di bawah kolong jembatan, rel kereta api, gubuk liar di sepanjang sungai, emper toko dan lain-lain
2      Hidup di bawah garis kemiskinan. Para gepeng tidak memiliki penghasilan tetap yang bisa menjamin untuk kehidupan mereka ke depan bahkan untuk sehari-hari mereka harus mengemis atau memulung untuk membeli makanan untuk kehidupannya.
3     Hidup dengan penuh ketidakpastian. Para gepeng hidup mengelandang dan mengemis di setiap harinya. Kondisi ini sangat memprihatikan karena jika mereka sakit mereka tidak bisa mendapat jaminan sosial seperti yang dimiliki oleh pegawai negeri yaitu ASKES untuk berobat dan lain lain. Memakai baju yang compang camping. Gepeng biasanya tidak pernah menggunakan baju yang rapi atau berdasi melainkan baju yang kumal dan dekil.
4         Tidak memiliki pekerjaan tetap yang layak, seperti pencari puntungrokok, penarik grobak.
5    Tuna etika, dalam arti saling tukar-menukar istri atau suami, kumpulkebo atau komersialisasi istri dan lain-lainnya.
6      Meminta-minta di tempat umum. Seperti terminal bus, stasiunkereta api, di rumah-rumah atau ditoko-toko.
7       Meminta-minta dengan cara berpura-pura atau sedikit memaksa, disertai dengan tutur kata yang manis dan ibah. Namun secara spesifik, Karakteristik Gepeng dapat dibagi menjadi :

 Karakteristik Gelandangan :

1)     Anak sampai usia dewasa (laki-laki/perempuan) usia 18-59 tahun, tinggal di sembarang tempat dan hidup mengembara atau menggelandang di tempat-tempat umum, biasanya di kota-kota besar.
2)    Tidak mempunyai tanda pengenal atau identitas diri, berperilaku kehidupan bebas/liar, terlepas dari norma kehidupan masyarakat pada umumnya.
3)    Tidak mempunyai pekerjaan tetap, meminta-minta atau mengambil sisa makanan atau barang bekas.

 Karakteristik Pengemis :

1)      Anak sampai usia dewasa (laki-laki/perempuan) usia 18-59 tahun.
2)     Meminta-minta di rumah-rumah penduduk, pertokoan, persimpangan  jalan (lampu lalu lintas), pasar, tempat ibadah dan tempat umum lainnya.
3)  Bertingkah laku untuk mendapatkan belas kasihan ; berpura-pura sakit, merintih dan kadang-kadang mendoakan dengan bacaan-bacaan ayat suci, sumbangan untuk organisasi tertentu.
4)   Biasanya mempunyai tempat tinggal tertentu atau tetap, membaur dengan penduduk pada umumnya. Menurut Soetjipto Wirosardjono mengatakan ciri-ciri dasar yang melekat pada kelompok masyarakat yang dikatagorikan gelandangan adalah:”mempunyai lingkungan pergaulan, norma dan aturan tersendiri yang berbeda dengan lapisan masyarakat yang lainnya, tidak memliki tempat tinggal, pekerjaandan pendapatan yang layak dan wajar menurut yang berlaku memiliki sub kultur khas yang mengikat masyarakat tersebut

b.      Ciri dan Karakteristik PSK

Pelacuran dipandang negatif, dan mereka yang menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai sampah masyarakat. Ada pula pihak yang menganggap pelacuran sebagai sesuatu yang buruk, malah jahat, namun toh dibutuhkan (evil necessity). Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa kehadiran pelacuran bisa menyalurkan nafsu seksual pihak yang membutuhkannya (biasanya kaum laki-laki); tanpa penyaluran itu, dikhawatirkan para pelanggannya justru akan menyerang dan memperkosa kaum perempuan baik-baik.


3.3        Faktor-faktor Timbulnya Gepeng dan PSK

a.       Faktor-faktor yang menjadi penyebab timbulnya Gepeng secara umum :

1)      Urbanisasi
Kebanyakan dari para gepeng merupakan kaum urban yang pada awalnya bertujuan untuk mengadu nasib di Ibu Kota untuk meningkatkan taraf hidup yang masih kurang di kampung halamannya. Akan tetapi, dengan minimnya kualitas Sumber Daya Manusia serta dengan semakin sedikit lapangan pekerjaan yang ada, sehingga mereka menjadi pengangguran di Ibu Kota dan menjadikan ‘pengemis’ sebagai pekerjaan mereka sehari-hari.

2)      Rendahnya keterampilan
Rendahnya keterampilan merupakan faktor intrinsik yang sangat berpengaruh. Orang-orang yang datang ke Ibu Kota untuk merantau tanpa sebuah keahlian menjadikan peluang hidup seseorang tersebut sangat minim. Mereka datang ke Ibu Kota tanpa sebuah persiapan yang matang, mereka hanya bermodalkan semangat serta iming-iming mendapat pekerjaan yang lebih baik di Ibu Kota.

3)      Pendidikan Rendah
Kebanyakan gepeng di Ibu Kota  sangat minim dunia pendidikan. Kebanyakan dari mereka hanya tamatan SD bahkan ada yang belum sekolah. Ini membuat sulit bersaing untuk hidup di daerang yang biaya hidupnya lumayan mahal seperti di Ibu Kota ini.

4)      Mempunyai kelemahan fisik atau penyakit.
Terdapat bebrapa orang di antara gepeng-gepeng di Ibu Kota yang menderita cacat fisik dan penyakit semacamnya. Sehingga mereka terbatas untuk melakukan pekerjaan. Faktanya, yang normal saja susah untuk bekerja, apalagi yang cacat. Terlebih mereka tidak mempunyai keluarga yang dapat mengurusi mereka dan memberi mereka kehidupan yang layak.

5)      Lingkungan
Saat ini, ada beberapa orang anak yang menjadi gepeng dikarenakan terlahir dilingkungan gepeng. Artinya, Anak-anak yang terlahir dari orang tua yang sebagai gepeng, secara tidak langsung telah menambah jumlah gepeng dengan proses kelahiran. Ini menjadi faktor yang juga sangat memprihatinkan. Nantinya anak-anak tersebut akan kesulitan juga untuk mendapat pendidikan dan kehidupan yang layak.

Dari sekian faktor yang ada, ada 5 faktor yang menjadi penyebab adanya gelandangan di Ibu Kota yaitu Urbanisasi, Keterampilan, Pendidikan, Kelemahan Fisik dan Lingkungan. Hal itu menjadi dasar yang membuat orang-orang tersebut terpaksa menjadi Gepeng.

b.      Faktor-faktor yang menjadi penyebab timbulnya PSK secara umum :

Pekerja seks komersial kebanyakan terjadi pada remaja yang diawali dengan terjadinya pergaulan kearah seks bebas, dimana menurut para ahli, alasan seorang remaja melakukan seks adalah sebagai berikut :

1)      Tekanan yang datang dari teman pergaulannya
Lingkungan pergaulan yang dimasuki oleh seorang remaja dapat juga berpengaruh untuk menekan temannya yang belum melakukan hubungan seks, bagi remaja tersebut tekanan dari teman-temannyaitu dirasakan lebih kuat dari pada yang didapat dari pacarnya sendiri.

2)      Adanya tekanan dari pacar
Karena kebutuhan seorang untuk mencintai dan dicintai, seseorang harus rela melakukan apa saja terhadap pasangannya, tanpa memikirkan resiko yang akan dihadapinya. dalam hal ini yang berperan bukan saja nafsu seksual, melainkan juga sikap memberontak terhadap orang tuanya. Remaja lebih membutuhkan suatu hubungan, penerimaan, rasa aman, dan harga diri selayaknya orang dewasa.

3)      Adanya kebutuhan badaniah
Seks menurut para ahli merupakan kebutuhan dasar yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang, jadi wajar jika semua orang tidak terkecuali remaja, menginginkan hubungan seks ini, sekalipun akibat dari perbuatannya tersebut tidak sepadan dengan resiko yang akan dihadapinya.

4)      Rasa penasaran
Pada usia remaja. keingintahuannya begitu besar terhadap seks, apalagi jika teman-temannya mengatakan bahwa terasa nikmat, ditambah lagi adanya infomasi yang tidak terbatas masuknya, maka rasa penasaran tersebut semakin mendorong mereka untuk lebih jauh lagi melakukan berbagai macam percobaan sesuai dengan apa yang diharapkan.

5)      Pelampiasan diri
Factor ini tidak hanya datang dari diri sendiri, misalnya karena terlanjur berbuat, seorang remaja perempuan biasanya berpendapat sudah tidak ada lagi yang dapat dibanggakan dalam dirinya, maka dalam pikirannya tersebut ia akan merasa putus asa dan mencari pelampiasan yang akan menjerumuskannya dalam pergaulan bebas.

6)      Lingkungan keluarga.
Bagi seorang remaja mungkin aturan yang diterapkan oleh kedua orang tuanya tidak dibuat berdasarkan kepentingan kedua belah pihak (orang tua dan anak), akibatnya remaja tersebut merasa tertekan sehingga ingin membebaskan diri dengan menunjukkan sikap sebagai pemberontak, yang salah satunya dalam masalah seks


3.4        Cara Mengatasi Gepeng dan PSK

a.      Upaya yang dilakukan untuk mengatasi PSK

Solusi dari permasalahan gelandangan dan pengemis yaitu dengan cara rehabilitasi sosial. Rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis yaitu proses pelayanan dan rehabilitasi sosial yang terorganisasi dan terencana, meliputi usaha-usaha pembinaan fisik, bimbingan mental sosial, pemberian keterampilan dan pelatihan kerja untuk penyaluran ke tengah-tengah masyarakat. Selain itu, tujuan dari proses rehabilitasi adalah membuat seorang menyadari potensi-potensinya dan selanjutnya melalui sarana dan prasarana yang diberikan kepadanya berusaha untuk mewujudkan atau mengembangakan potensi-potensi tersebut secara maksimal untuk dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara optimal. Berdasarkan model pelayanan maka pelayanan rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis dibagi 3 (tiga) model (Waluyo, 2002 : 35) yaitu :

1)      Sistem non Panti, model ini memberikan pelayanan di luar panti/tidak ditampung dalam asrama. Para klien mendapat bimbingan sosial, keterampilan dan bantuan dalam masyarakatnya masing-masing. Sistem ini sangat terbuka dan memberikan kebebasan para klien untuk berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya, namun kontrol dan monitoring terhadap semua kegiatan rehabilitasi sulit dilakukan, termasuk kontrol terhadap penggunaan bantuan stimulus dan bantuan modal lainnya.

2)     Sistem Panti merupakan suatu model pelayanan kesejahteraan sosial secara langsung. Pelayanan yang diberikan relatif intensif karena penyandang masalah kesejahteraan sosial ditempatkan dalam suatu rumah/panti sehingga secara teknis mudah melakukan bimbingan, pembinaan, pemecahan masalah juga dilakukan di dalam panti dan klien terisolasi dalam panti dan tidak dapat berinteraksi sosial secara bebas dengan masyarakat sekitarnya.

3)   Sistem Lingkungan Pondok Sosial (liposos) sistem pembinaan penyandang masalah kesejahteran sosial yang bersifat konfrehensif, integratif, dimana dalam kesatuan lingkungan membunuh dihukum penjara sekian tahun, pelaku kejahatan korupsi dihukum sekian tahun dst. Dengan demikian pendekatan hukum memandang bahwa masalah sosial terjadi. Pendekatan ini bisa besifat preventif dalam arti masalah sosial dapat dicegah melalui upaya sosialisasi norma-norma hukum yang berlaku dalam masyarakat maupun bersifat kuratif atau rehabilitatif dalam arti terhadap pelaku pelanggar norma hukum akan diberikan sanksi tertentu dan diadakan pembinaan agar dia tidak lagi melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap norma hukum. Mereka yang berperan dalam pendekatan ini antara lain adalah para penegak hukum maupun aparat pemerintah yang berwajib.

b.      Upaya yang dilakukan untuk mengatasi PSK

Perlu ada perhatian dari kita bersama dengan cara memberikan informasi yang cukup mengenai pendidikan seks dan Pendidikan agama. Kalau tidak ada informasi dan pendidikan agama di khawatirkan remaja cendrung menyalah gunakan hasrat seksualnya tanpa kendali dan tanpa pencegahan sama sekali. semua menyedihkan, dan sekaligus berbahaya, hanya karena kurangnya tuntunan seksualitas yang merupakan bagian dari kemanusiaan kita sendiri. Kalau dikaitkan dengan kondisi saat ini maka sudah sewajarnyalah kita mendukung RUU APP.


BAB IV
PENUTUP

4.1      Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwasanya, Perilaku menggepeng erat kaitannya dengan urbanisasi, dan urbanisasi erat kaitannya dengan adanya kesenjangan pembangunan wilayah pedesaan dan perkotaan. Semasih adanya kesenjangan ini maka urbanisasi akan sulit dibendung dan akan memberi peluang munculnya kegiatan sector informal seperti kegiatan menggepeng. Pada hakikatnya tidak ada norma sosial yang mengatur perilaku menggepeng. Kegiatan menggepeng umumnya dilakukan ibu-ibu yang disertai dengan anak-anaknya. Mereka umumnya relatif muda dan termasuk dalam tenaga kerja yang produktif. Pendidikan keluarga gepeng pada umumnya rendah. Ini disebabkan karena susahnya masyarakat miskin dalam mengakses pendidikan, juga termasuk karena anak usia sekolah terpaksa menggelandang dan mengemis untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Akhirnya kebodohan dan kemiskinan pun seakan menjadi sebuah turunan pada keluarga tersebut.  Adanya peran aktif dari berbagai kalangan dalam hal ini dalam pengentasan kemiskinan dan juga masalah Gelandangan dan pengemis ini.  Ada beberapa langkan yang mungkin dapat diterapkan antara lain adalah tetap menertibkan para Gelandangan-gelandangan dan Pengemis tersebut dan berusaha untuk mengembalikan ke kampung halamannya. Berikutnya adalah mengembangkan usaha-usaha dari desa asal agar tidak terulang permasalahan tersebut, atau dalam kata lain tidak membuat semacam ketimpangan pembangunan antara kota dan desa. pemenuhan kebutuhan spiritual untuk memelihara sikap idealis yang telah ada di masyarakat.
Selain Gepeng, Pekerja seks komersial adalah seseorang yang menjual jasanya untuk melakukan hubungan seksual untuk uang. Pekerja seks komersial sangat erat kaitannya dengan seks bebas yang sekarang seringkali ditemukan seks bebas pada remaja yang disebabkan beberapa faktor seperti: Tekanan yang datang dari teman pergaulannya, Adanya tekanan dari pacar, Adanya kebutuhan badaniah, Rasa penasaran, ataupun Pelampiasan diri. Perlu ada perhatian dari kita bersama dengan cara memberikan informasi yang cukup mengenai pendidikan seks dan Pendidikan agama untuk mengatasi dan mencegah timbulnya Pekerja Seks Komersial yang semakin meningkat.

4.2      Saran

Hendaklah kita sebagai warga negara Indonesia ikut andil membatu pemerintah untuk mencegah dan mengatasi timbulnya gelandangan dan pengemis di Ibu Kota serta mengontrol remaja-remaja agar tidak terjerumus dalam pergaulan bebas khususnya pergaulan seks bebas.

SUMBER